Apreasi positif, saya berikan terhadap Bustamam -- mantan Penyuluh Pertanian Kota Sawahlunto Sumbar, yang telah berani melaporkan dugaan penyimpangan pengadaan bibit kakao, di Pemko Sawahlunto Tahun Anggaran 2005-2006, ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Bustamam sendiri, mengaku melaporkan kejadian tersebut, 28 Desember tahun 2007 lalu.
"Ada beberapa penyimpangan, yang saya tangkap dari pengadaan bibit kakao dari APBD Sawahlunto senilai Rp 1,2 miliar itu. Pertama, melanggar ketentuan PP 80 Tahun 2003 tentang pengadaan barang dan jasa milik pemerintah. Untuk nilai tersebut (lebih dari 5 juta), tidak wajar kalau pelaksanaannya di PL-kan (Penunjukan Langsung). Untuk mensiasatinya, pemko memecah proyek menjadi beberapa bagian, hingga bernilai masing-masing di bawah Rp 50 juga," ungkap Bustamam, Selasa (19/2) kepada wartawan dan tentunya juga saya.
Kata Bustamam, sisi lain dari penyimpangan yang dilakukan Dinas Pertanian Sawahlunto tersebut, adalah bibit yang didatangkan tidak sesuai dengan kualitas yang tertera dalam kontrak. Bibit yang telah disepakati dibeli dengan harga Rp 1975, ternyata dibeli dengan kisaran harga Rp 900 sampai dengan Rp 1100. Lagipula, bibit yang digunakan, tidak laik untuk ditanam. Selisih harga dan fee terhadap rekanan yang mendapat PL, adalah sumber korupsi pada kasus ini.
"Semestinya, bibit kakao yang akan diberikan kepada petani itu, minimal memiliki daun 14-16 lembar. Tapi, yang dibagi-bagikan gratis kepada petani, hanya berdaun 406 lembar, jelas tidak sesuai dengan apa yang distandarkan. Karena masyarakat dapat gratis, tentu tidak ada yang protes. Hasilnya, banyak yang gagal," kata Bustamam yang telah 2 kali mengharumkan nama Sawahlunto di Jakarta, terkait dengan prestasinya sebagai penyluluh lapangan. Ironisnya, pemko memberhentikannya, setelah mencoba membukan kebobrokan dinas pertanian, awal Maret 2007 lalu.
Selanjutnya, kata Bustamam yang sekarang telah dipulangkan ke Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumbar ini, jumlah bibit kakao yang didatangkan itu sangat berlebihan. Dengan jumlah bibit 1,1 juta, katanya akan sangat berlebihan jika ditanam di Sawahlunto. Bahkan, dengan jarak tanam 550 batang/hektar, sudah seluruh jalan dan rumah yang dapat ditanami kakao. "Ini terlalu mengada-ada, dan banyak pejabat yang membawa "lari" bibit ke luar daerah," ungkapnya.
Bustamam sendiri dengan mimik serius menunjukkan bukti-bukti penyimpangan tersebut, dengan membeberkan data dan fakta yang terjadi selam 2005 dan 2006 itu. Bahkan, pria asli Payokumbuah itu, juga menunjukkan tanda bukti asli penerimaan laporan/informasi dugaan tindak pidana korupsi ke KPK dengan nomor 2008-01-000409. Laporan diterima Arisandy Saputra sebagai penerima laporan masyarakat.(***)