Luar biasa peraturan yang diterapkan di SMA 4 Padang yang berlokasi di Lubuak Bagaluang, untuk meningkatkan disiplin siswanya. Ketika ada siswa yang datang terlambat, maka tidak akan diperbolehkan masuk ke dalam kelas. Kalau masih ingin mengikuti mata pelajaran, harus merogoh kocek, uang tunai Rp 1500 terlebih dahulu. Tidak punya? terpaksa balik kanan alias pulang.
Sudah 3 bulan, pungutan ala SMA Negeri di Padang Kota Tercinta -- Kujaga dan Kubela itu berlangsung, dengan alasan, untuk meningkatkan kedisiplinan bagi setiap siswanya. Dari informasi yang saya peroleh, keputusan untuk mengenakan sanksi berupa denda uang tunai tersebut, murni dari kepala SMA, tanpa melalui proses rapat yang melibatkan walimurid dan komite sekolah -- apalagi siswa yang bersangkutan.
"Kami memang tidak mengetahui, kapan ada pertemuan walimurid dan apa dasar keputusan tersebut dikeluarkan. Namun, anak saya tiba-tiba sudah mengatakan, kalau ada peraturan baru di sekolahnya beberapa bulan lalu. Yang terlambat, jangan coba-coba nyelonong ke dalam sekolah, pasti akan dicegat. Harus setor dulu Rp 1500," kata seorang walimurid yang mengungkapkan parasaiannya kepada saya Jumat 15 Februari 2008 lalu.
Kata si walimurid (kepada saya dan beberapa orang rekan), setiap hari dia memberikan uang belanja hanya Rp 5000 kepada anaknya, itupun sudah termasuk ongkos pulang pergi dari rumahnya di Padang Timur. Jadi, kalau harus memotong lagi, uang yang katanya untuk membeli. "Kalau ingin sanksi, janganlah dalam bentuk uang. Anak saya itu, bukannya terlambat karena disengaja, tapi karena angkutan umum yang kadang sulit atau penuh di pagi hari," sesal si bapak ini.
Seorang siswa SMA setempat (yang sempat saya ketemu), juga mengakui hal yang sama. Meski saat ini -- setelah keluarnya peraturan anti telat itu, dia jadi takut untuk terlambat. Tapi, kadang kalau kebetulan transportasi sulit, tentu terlambat tidak bisa dihindari. "Bukanlah, lebih baik terlambat daripada tidak (masuk) sama sekali," tukasnya.
Seperti biasa, saya akan bertanya langsung pada yang punya gawe -- bikin keputusan di sekolah -- Kepala SMA 4 Drs Jufri Siri tidak membantah, akan adanya pungutan di sekolahnya tersebut. Katanya, itu sebagai bentuk peningkatan disiplin sekolah itu. Uang pungutan tersebut, tidak dikumpulkan dalam bentuk uang untuk disimpan di sekolah. Namun, setelah diterima dari siswa, langsung dibelikan puffing block (ubin) dan dipasang di sebelah ruangan aula selokah yang memang masih terkendala pendanaan.
Satu sumber lain, Ketua Komite SMA 4, Mulyadi mengakui, setelah dilakukannya pungutan tersebut, angka siswa yang terlambat menurun drastis. "Ini kan salah satu cara. Kalau nantinya, siswa atau wali murid tidak setuju, kita bisa tiadakan. Toh ini untuk kebersamaan di sekolah juga," pungkasnya.
Ini jurus rahasia saya, Anggota Komisi DPRD Kota Padang Zulherman SPd MM menyayangkan, apa yang dilakukan pihak SMA 4 Padang ini. Katanya, pungutan tersebut memang tidak ada dasarnya untuk dterpkan pada sekolah. Apalagi, siswa-siswa tersebut, dibebankan uang yang cukup besar dan digunakan untuk pembangunan sekolah.
Waktu saya tanya sama Kepala Dinas, katanya, kalau untuk disiplin biasa-biasa saja kog. Lagian, dananya kan ga kemana-mana. Jelas, digunakan untuk menambah lantai sekolah.
Lalu, kalau denda-denda di seluruh sekolah dikumpulkan, dengan alasan disiplin, tentu akan banyak gedung yang terpakai dunk. Nah, gedung itu bisa disebut, gedung denda 1, 2, 3 dan seterusnya. Entahlah, dunia pendidikan sedang digerbang -- mau dibawa kemana pendidikan Kota Padang? Kita lihat saja.(***)